Langsung ke konten utama

Postingan

Flat Earth vs Globe Earth

Actually your opinion is also based on your imagination and your group. People have been contemplating about the conditions in which we live and breathe. Regarding the presence of a flat earth to the earth of the ball is actually a balancing knowledge. About where is right, each one has a sharp argument and strengthens the basis following it. In my opinion this is actually enrich the repertoire of existing scholarship. Unlocking new possibilities and will add the best value to knowledge. And develop an exploration of greater science. And our imaginations will all be more outgoing and more objective than mere subjective. Earth ball that has been there illustrates the absence of the divine factor, because it elevates knowledge to the limit that continues until no vertical limit that will eventually eliminate the side as a human. While the Flat Earth highly appreciate the wider knowledge, horizontal direction and open the gap to get closer to the divine factor that becomes the axis of r
Postingan terbaru

Nasionalisme Instan

Bukan negerinya, melainkan orang-orang yang mendiami negeri ini. Mereka adalah orang-orang instan. Tentu saja bukan berarti orang- orang ini berada dalam bungkusan dan siap dimasukkan ke dalam air panas agar matang. Tetapi instan sudah melekat dalam hati dan pikiran kami. Mungkin ini karena apa yang kami makan. Meskipun mie bukan makanan pokok kami, tetapi kami adalah negara konsumer mie instan terbesar di dunia. Bahkan salah satu produk mie instan dari negeri kami sangat terkenal dan digemari di dunia. Jadi wajar jika pikiran kami pun ingin yang serba instan. Mulai dari tontonan kami: sinetron instan, artis instan, politikus instan, pokoknya segala sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu yang dapat terwujud secara tiba-tiba itulah yang kami gemari. Tentu saja tidak heran jika artis dan politikus dadakan menjamur bak di musim hujan. Sekali lagi, ini negeri orang instan. Bahkan pemimpin kami pun pemimpin instan. Presiden yang menggunakan jinggle mie instan sebag

Cerita Sebuah Bangsa dan Hieraki Maslow

Ini adalah cerita dari sebuah bangsa yang terhinakan oleh waktu. Bangsa yang besar, bangsa yang telah mencapai puncak dan terpelanting ke bawah kembali ke dasar. Bangsa ini begitu dimanja dengan alamnya yang kaya raya. Alamnya yang indah mempesona bagai surga, yang menyediakan kebutuhan mereka sehari-hari tanpa perlu bersusah payah dalam berusaha. Bangsa yang kebutuhan fisiologinya selalu tercukupi tanpa perlu khawatir. Sesuai dengan kata Maslow, mereka yang telah terpenuhi kebutuhannya akan suatu hal akan melanjutkan ke kebutuhannya yang lain. Bagi bangsa ini, kebutuhan fisiologi bukanlah suatu hal yang sulit sehingga mereka bisa beranjak ke level berikutnya tanpa perlu bersusah payah. Karena kebutuhan-kebutuhan dasar mereka telah terpenuhi, kehidupan mereka telah berfokus pada kebutuhan-kebutuhan lainnya. Mereka belajar tentang kebersamaan dan cinta. Mereka belajar tentang penerimaan diri (self esteem). Mereka belajar ilmu, seni, hingga mencapai kebermaknaan hidup mereka.

Omong Kosong

Aku tinggal di sebuah negeri omong kosong. Negeri dimana mereka lebih suka meributkan sesuatu yang baru akan mereka rencanakan untuk dilakukan. Ketika negeri ini masih sibuk berdebat tentang mau makan apa mereka, maka anak-anak mereka sudah mati kelaparan. Mereka sibuk memperdebatkan sistem yang terus menerus mereka ubah tanpa pernah sempat mereka lakukan. Mereka lebih suka membanding-bandingkan Pancasila dengan ideologi-ideologi lain semisal sosialis, kapitalis, dan menyebutnya sebagai ideologi banci. Akan tetapi jangankan melaksanakannya, mereka bahkan tidak paham apa yang mereka bicarakan. Mereka adalah orang-orang yang hanya bisa mencemooh apa milik mereka sendiri. Mereka itulah banci sebenarnya. Mereka yang sibuk menyalahkan UAN karena kualitas pendidikan bangsa mereka tidak meningkat secara signifikan. Ayolah, mana ada siswa yang belajar kalau tidak ada UAN. Janganlah kalian menjadi sok humanis kalau kenyataannya apa yang kalian hadapi belum bisa dikatakan sebagai human (

Semuanya Ada Pada Kita Bukan Mereka

“Lihatlah betapa bobroknya bangsa ini!”, kata seseorang pemuda. “Wakil rakyat kita melakukan korupsi, pemimpin kita tergila-gila terhadap jabatan. Bangsa ini masih mengemis kepada imperialism Barat!!! Mereka, para pemegang kekuasaan atas bangsa ini apa yang mereka lakukan?”. Pemuda itu tampak berapi-api dalam berbicara. Dia melanjutkan,”Bangsa kita jauh tertinggal dari Barat! Coba lihat betapa mereka berkuasa sedangkan kita tidak berkutik apa-apa.” Kemudian temannya yang sedari tadi memperhatikan, bertanya kepada pemuda tersebut, ”Lantas apa yang Barat miliki kita tidak? Setahu saya kita yang lebih unggul. Tanah kita subur mereka tidak. Lautan kita kaya mereka tidak. Hutan kita kaya mereka tidak. Tambang kita juga kaya dibanding mereka.” “Tapi lihatlah bagaimana teknologi meraka yang canggih, betapa sistem mereka berjalan dengan baik, bagaimana…”, bantah pemuda tersebut. Belum selesai dia berkata temannnya telah menyela. “Berarti manusia-nya yang lebih mulia? Saya rasa tid

Kepo pada catatan blog

Teman saya pernah berkata bahwa demokrasi hanya bisa diterapkan pada masyarakat yang bisa mengatur dirinya sendiri. Oh pantas di Indonesia meskipun menerapkan demokrasi tetap saja carut marut. Karena selama ini kita biasa hidup dengan cara diatur oleh pemerintah dan bukan mengatur diri kita sendiri. Menurut saya semua hal memiliki caranya sendiri-sendiri. Kita lihat saja cangkul dari masing-masing daerah panjangnya saja berbeda- beda. Hal ini karena masing-masing daerah memiliki kontur tanahnya yang berbeda-beda pula. Di Indonesia ini kita mencoba mengatur masyarakat kita dengan cara Amerika. Namun sayangnya cara ini kurang cocok dengan masyarakat kita. Padahal bangsa-bangsa yang lain maju karena menggunakan cara mereka sendiri. Bangsa Jepang misalnya maju dengan mengandalkan sikap berbakti rakyatnya kepada penguasa. Bangsa Amerika maju dengan sikap individualis mandiri rakyatnya. Kita tidak individualis-mandiri, kita tidak juga berbakti pada para penguasa. Saya masih terus ber

Menjadi Sebuah Bangsa Yang Besar !

Bangsa ini adalah sebuah bangsa besar, namun sayangnya namanya belum sebesar yang diharapkan. Masih banyak kekurangan di berbagai tempat. Bahkan jati diri bangsa pun mulai hilang. Padahal bangsa-bangsa besar yang ada saat ini tumbuh dengan jati dirinya. Orang bilang Amerika dan Eropa adalah bangsa yang besar. Bangsa yang giat bekerja keras membangun bangsanya. Apa yang menyebabkan mereka bisa menjadi bangsa yang besar? Pikirku kebesaran mereka adalah karena kesendirian masyarakatnya. Masyarakat yang individualis dan kurang dekat dengan orang lain. Sehingga mereka harus bekerja keras agar bisa mandiri dan menciptakan keamanan bagi diri mereka sendiri. Mereka bekerja untuk membuktikan bahwa diri mereka mampu. Mereka bekerja untuk membuktikan kepada orang lain bahwa mereka mampu dan hebat. Seperti itulah mereka. Begitu pula Jepang, mereka bangsa yang besar. Mereka mampu bangkit dan berkembang dengan pesat. Apa yang menyebabkan mereka menjadi bangsa yang besar? Pikirku kehormata